Minggu, 05 April 2015

Biografi Ummul-Mu’minîn, Saudah binti Zam’ah



Pengisi Kesunyian Rasulullah SAW


Ketika Rasulullah merasakan kesendirian karena ditinggal oleh Khadijah dan Abu Thalib, datang seorang perempuan dengan membawa kasih sayang dan keceriaan. Seorang yang akan menjadi teman ketika Nabi sedang sendirian. Dan seorang yang berjiwa besar yang akan mengasuh putri-putri Rasul. Dialah orang pertama yang mengisi kesunyian hati Rosulullah SAW setelah wafatnya Khadijah binti Khuwailid: Saudah binti Zam’ah.
Nama lengkapnya adalah Saudah binti Zam’ah bin Qais bin Abdu Syams al –Quraisy al-‘Amiri. Nasabnya bertemu dengan Rasulullah SAW pada kakek beliau yang kedelapan, Lu’ai bin Ghalib. Sedangkan ibunya adalah kerabat Abdul Muthallib yang bernama Syamusy binti Qais binti Zaid al-Anshari.

Sebelum menikah dengan Rasulullah SAW, Saudah binti Zam’ah menikah dengan pemuda cerdas dari klan ‘Amiri yang merupakan dari kerabatnya sndiri, Sakran bin ‘Amir. Dalam al-Isti’ab fi ma’rifatil-Ahshab dikisahkan, ketika Saudah binti Zam’ah masuk islam bersama suaminya dan telah bersyahadat dihadapan Nabi, mereka ikut dalam rombongan yang ikut ke Habasyah, guna menghindari siksaan yang dilancarkan oleh orang-orang kafir Makkah pada masa-masa awal islam.

Ketika islam di Makkah sudah semakin kuat, sebagian muslimin kembali ke Makkah. Saudah binti Zam’ah dan suaminya termasuk golongan yang kembali ke Makkah. Ditangah perjalanan pulang inilah suami Saudah binti Zam’ah meninggal dunia, dan Saudah pun menjanda.

Pernikahan Dengan Rosulullah SAW


Tidakkah engkau akan menikah?” Tanya Khaulah binti Hakim kepada Rosulullah setelah wafatnya Ummul Mukminin Khadijah binti Khuwailid. Rosulullah balik bertanya kepada Khaulah perihal siapa yang ditawarkan kepada dirinya.

jika engkau menghendaki, ada yang gadis ada yang janda.” Kata Khaulah.

Siapakah yang gadis?” Tanya Rosulullah.

(dia adalah) putri orang yang paling engkau cintai, Aisyah binti Abu Bakar.” Tegas Khaulah.

Kemudian Rosulullah melanjutkan pertanyaan  tentang siapa yang janda. “(Dia adalah) Saudah binti Zam’ah bin Qais, seorang yang telah berkhidmah kepada anda dan mengikuti ajaran anda.” Jelas Khaulah.

Lalu Rosulullah memerintahkan Khaulah untuk melamar keduanya (Aisyah dan Saudah) untuk diri Rosulullah.

Menurut para ahli sejarah, pernikahan Rosulullah dengan Saudah juga Aisyah terjadi pada tahun yang sama. Namun Aisyah tidak langsung hidup bersama dalam rumah tangga Rosulullah, melainkan tiga tahun setelah resepsi pernikahan.

Dengan mahar 400 dirham, Saudah menjadi istri sekaligus menjadi ibu bagi Putri-Putri Rosulullah. Dan Saudah adalah orang pertama yang dinikahi beliau sepeninggal Khadijah. Sedangkan yang menjadi wali nikahnya adalah Hatib bin ‘Amr, sepupu Saudah. Kejadian ini terjadi pada bulan Ramadhan tahun 10 kenabian (menurut riwayat lain tahun 8 dari kenabian).

Rahasia mengapa Rosulullah memilih seorang janda sebagai istrinya adalah untuk mengasuh putri-putri Rosul yang masih belia. Saudah adalah orang yang tepat dalam hal ini.

Pribadi Yang Menyenangkan


Kepribadian yang menyenangkan dan tutur kata yang lembut laksan make-up bagi wajahnya yang tidak begitu cantik, dengan usia yang mulai beranjak tua. Ia suka bergurau segar dan bercanda ringan. Ia pernah membuat Rosulullah tersenyum lantaran gurauan yang dilontarkannya.

Wahai Rosulullah, tadi malam, saat aku shalat dibelakangmu hidungku menyentuh punggung anda (pada saat rukuk), lantas aku pegang hidungku dengan segera karena takut keluar darah” Kata Saudah. Rosulullah pun tertawa ringan (tersenyum) mendengar penuturan Saudah.

Gurauan yang dilontarkan Saudah tidak hanya gurauan dengan kata-kata, melainkan beliau juga bergurau dengan panto mimik. Namun semua yang menjadi gurauannya merupakan suatu yang nyata terjadi, bukan suatu yang mengada-ngada. Sehingga tidak membosankan jika duduk berlama-lama dengan Saudah.

Keakraban Dengan Aisyah


Saudah adalah perempuan yang memiliki postur tubuh tunggi dan besar. Meski demikian ia memiliki hati lembut, bersahabat, dan suka menolong. Maka, ketika Aisyah masuk dalam rumah tangga Saudah dengan Rosulullah, hal itu tidak membuat keadaan menjadi kacau. Bahkan kedua istri Nabi ini saling bahu membahu dalam membangun rumah tangga. Tidak jarang Saudah membantu rumah pekerjaan tangga Aisyah. Ia selalu membuang jauh tindakan yang tidak disenangi oleh sesamanya.

Aisyah begitu mencintai Saudah. Oleh karena itu Aisyah pernah memuji mengenai sifat dan kepribadian Saudah, “Tak seorangpun perempuan yang paling aku cintai untuk menjadi kulit (pengganti) bagiku dari pada Saudah binti Zam’ah.

Sangat Dermawan


Saudah memiliki akhlak yang sangat terpuji. Ia adalah perempuan yang shalihah yang gemar bersedekah. Pada suatu hari, ketika para istri Rosulullah berkumpul, Aisyah bertanya kepada nabi, “Wahai Rosulullah, siapa diiantara kita yang lebih dulu menyusul anda?

Yang paling panjang tangannya,” jelas Rosulullah.

Kemudian salah satu dari mereka mengambil tongkat dan mengukur tangan siapa yang paling panjang. Ternyata Saudah adalah orangnya.

Ummahatul Mu’minin lalu menyadari yang dimaksud tangan yang paling panjang adalah dia yang suka bersedekah. Dan ternyata orang yang gemar bersedekah yaitu Saudah-lah orangnya.

Pada saat umat islam memperoleh kemenangan dalam perang Khaibar, Saudah sebagai istri Nabi memperoleh bagian kurma dan gandum dalam jumlah banyak. Namun apa yang didapatkan Saudah tidak membuatnya senang. Bahkan barang-barang itu tidak sampai ditaruh dirumahnya, melainkan langsung dibagi-bagikan pada penduduk setempat.

Pernah juga pada saat Umar bin Khatthab menjabat sebagai Khalifah, Saudah mendapat kiriman sebuah karung yang berurukuran lumayan besar. Setelah ditanyakan, ternyata karung itu berisi dirham. Tanpa banyak pikir panjang, Saudah membagi-bagikan uang dirham itu sampai habis. Ia tidak mengambilnya sepeserpun.

Suami Istri Dunia Akhirat


Saudah paham benar mengenai keadaan dirinya. Ia menyadari bahwa Rosulullah menikahi dirinya bukan karena kecantikan juga bukan karena harta. Memang dua perkara itu tidak dimiliki Saudah. Tetapi Rosulullah menikahi dirinya lantaran melihat kehidupan yang dijalani Saudah penuh rintangan.

Ia tidak meminta hal yang lebih dari Rosulullah, apalagi minta diistimewakan daripada istri-istri yang lain. Bahkan ketika Aisyah hadir dalam rumah tangga Rosulullah, Saudah merelakan gilirannya untuk Aisyah.

Mungkin karena kerandahan diri inilah Rosulullah memilih untuk memenuhi permintaan Saudah untuk tetap dijadikan istri ketika beliau hendak mencerainya, “Jangan engkau menceraikanku,” Mohon Saudah, “Aku berharap pada hari pembangkitan kelak, aku bangkit sebagai istrimu. Aku telah memberikan bagianku kepada Aisyah.

Kejadian inilah yang melatar belakangi turunnya ayat al-Quran dalam surat an-Nisa’ ayat 128, “Dan jika seorang wanita khawatir akan nusyuz atau sikap tidak acuh (dari suaminya), maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan perdamaian yang sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik.” (QS. An-Nisa’ [04]: 128).


Saudah wafat pada akhir pemerintahan Umar bin Khatthab. Saat beliau wafat, sahabat Ibnu Abbas sujud dan mengutip perkataan Nabi, “Jika kalian melihat suatu tanda, maka sujudlah.”

Artikel Terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cara Seo Blogger