Tokoh Panutan Pejuang Ilmu Dan Iman
Kali ini adalah seorang lelaki daro Habsyah, Ethopia.
Bertubuh kekar, berkulit hitam, berambut ikal, dan berotak pintar. Dialah Said
bin Jubair, tokoh tabiin yang memiliki pendirian kuat dalam mempertahankan
keimanan, serta semangat membara dalam menyelami dalamnya ilmu.
Dalam pandangan
Ibnu Abbas ra, Said bin Jubair adalah tipikal pemuda yang memiliki semangat
juang tinggi. Cita-citanya yang aging selalu dibarengi dengan muwazhabah dan
istikamah dalam mewujudkan apa yang diingini. Tidak heran jika ia berhasil
mencapai apa yang diharapkan.
Semangat juang yang tinggi itu diakui oleh para tetangga. Di
mata mereka, Said dikenal sebagai pemuda yang gigih dan menjadikan ilmu sebagai
kebutuhan primer. Tiada waktu tanpa ilmu.
Guru-guru said adalah para pembesar sahabat seperti Sayidah
‘Aisyah, Abu Hurairah, Abu Musa al-Asy’ari, Ibnu Umar, Ibnu Zubair, Abu Said
al-Khudzri, Adi bin Hatim. Sedangkan guru yang paling sering bermulazamah dengan
said adalah Ibnu Abbas. Begitu dekatnya Said bin Jubair dengan Ibnu Abbas,
sehingga memunculkan Ungkapan ‘Said bin Jubair adalah bayangan Ibnu Abbas’.
Kepadanya Said bin Jubair belajar banyak, termasuk al-Quran-Hadis dan tata
bahasa.
Rihkah ilmiyah yang dilakukan Said bin Jubair menembus
berbagai kita dan Negara, sehingga ia menjadi referensi bagi para pelajar dan
media untuk mencari jawaban. Ibnu Mahdi berkata, “Tak seorangpun yang tak
membutuhkan ilmunya Said “.
Pandai Mengatur Waktu
Said tinggal di Kufah. Nama Said bin Jubair begitu familiar
di hati penduduk Kufah. Said dihormati dan disegani. Banyak penduduk Kufah dan
sekitarnya mendatangi Said guna mendiskusikan suatu permasalahan, menanyakan
perihal al-Quran-Hadis, atau meminta fatwa.
Tidak hanya di Kufah, di Makkah pun nama Said bin Jubair
juga masyhur. Sebab setiap tahun dua kali ia mengunjung baitullah guna ber
Umrah pada bulan rajab dan berhaji pada bula Dzul-Qadah. Kunjungan beliau ke
baitullah ini dijadikan kesempatan emas begi para pelajar untuk menimba ilmu
darinya. Banyak dari muridnya yang kemudian menjadi ulama terkenal. Diantaranya
adalah Asy’ats bin Abisy-Sya’tsa’, Ayub al-Sakhtiyani, Tsabit bin ‘Ajlan, Malik
bin Dinar, az-Zuhri, danal-Mughirah bin Nu’man. Selain itu, Said juga dikenal
sebagai ulama yang pintar mengatur waktu untuk ibadah. Sebab ibadah sebagai
mediator takwa yang mengantarkan ke surga. Dan tidak jarang said menghatamkan
al-Quran antara Maghrib dan Isya. Ia pun kerap pingsan karena mengangan-angan
kandungan al-Quran.
Pembela Kebenaran
Di Kufah Said hidup tenang. Pemerintahan Kufah pun relative
aman terkendali. Namun, saat al-Hajjaj bin Yusuf ats-Tsaqafi menjabat gubernur
Kufah (75-95 H), lambat laun suasana Kufah berubah. Awalnya jernih berubah
keruh. Rakyat Kufah tertindas. Al-Hajjaj bertindak semena-mena.
Said ingkar atas tindakan al-Hajjaj yang semakin jauh dari
ajaran islam. Ia sadar bahwa masalah ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut.
Sebab, diamnya seorang ulama adalah salah satu penyebab rusaknya masyarakat.
Said pun berancang-ancang untuk berNahi-Munkar atas tindakan al-Hajjaj.
Langkah awal yang ditempuh said bersama ulama lain (seperti
asy-Sya’bi dan Abdurrahman bin Laila) bergabung bersama pasukan Abdurrahman bin
Asy’ats untuk menentang al-Hajjaj. Awalnya pertempuran di menangkan oleh kubu
Ibnul-Asy’ats. Namun akhirnya kubu Ibnul-Asy’ats terpecah dan kalah. Akibatnya
suasana Kufah semakin kacau dan memperihatinkan. Terlebih ketika para tawanan
menjawab ‘Tidak!’ ketika ditanya, “Apakah kamu mengaku kafir karena membatalkan
baiatmu kepada amirmu (al-Hajjaj)?”. Sebab, ketika jawabannya ‘Tidak’ maka
balasan yang ditimpakan adalah hukuman pancung. Menurut berita yang beredar,
korban pancung yang memilih tidak kafir mencapai ribuan nyawa, termasuk juga
ulama dan penduduk yang tidak terlibat dalam persetruan.
Said Vs al-Hajjaj
Said bin Jubair masih diselamatkan oleh Allah. Ia pun hijrah
kesalah satu desa di sekitar Makkah. Rupanya keharuman Said tercium juga oleh
bawahan al-Hajjaj, Khalid bin Abdillah al-Qashri, Said pun dibawa menghadap
al-Hajjaj. Ia mulai mengintrogasi Said.
Awalnya ia bertanya mengenai Rosulullah SAW keempat
Khalifahnya. Said pun menjelaskan keutamaan masing masing dari mereka. Lalu
al-Hajjaj bertanya mengenai dirinya. Dengan berani Said menjawab, “anda
adalah seseorang yang membelakangi al-Quran. Lebih mendahulukan kepentingan
yang membuat anda kelihatan hebat di mata manusia. Padahal hal itu lebih
mendekatkan ke neraka”.
Al-Hajjaj masih menawarkan ampunan kepada Said. Namun Said
bergeming seraya berkata, “Tiada yang memiliki ampunan kecuali Allah SWT.
Anda hanyalah manusia biasa yang tidak memiliki ampunan”.
Maka memuncaklah kemarahan al-Hajjaj. Ia pun memanggil
algojo. Algojo berjalan, Said tersenyum. Al-Hajjaj heran dan bertanya, “Said,
apa yang membuatmu tersenyum?”
Seraya tersenyum Said menjawab, “aku heran dengan
kesombongan mu atas Allah”.
“Bunuh dia!” perintah al-Hajjaj.
Saat pedang hendak diayunkan, Said yang menghadap kiblat
lantas membaca surah al-An’am (6): 79 (artinya):
“Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi, dengan cendrung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah orang-orang yang mempersekutukan Allah.”
“palingkan ia dari kiblat!” Teriak al-Hajjaj. Lalu
Said membaca surah al-Baqarah: 115 (artinya):
“Dan kepunyaan Allah adalah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah.”
“Sungkurkan ia ketanah!” al-Hajjaj kembali memberikan
perintah. Lantas Said membaca surah Thaha (20): 55 (Artinya):
“Dari bumi (tanah) itulah kami menjadikan kamu, dan kepadanya kami akan mengembalikan kamu, dan dari padanya kami akan mengeluarkan kamu pada kali yang lain.”
“Cepat bunuh dia!” seru al-Hajjaj. Sebelum Said
syahid, beliau berdo’a, “Ya Allah… cukuplah aku yang terakhir atas
kezalimannya. Jangan Engkau biarkan orang setelahku menjadi bulan-bulanannya
lagi.” Beberapa hari setelah syahidnya Said (11 Ramadan 95 H), al-Hajjaj
tiba-tiba sakit kemudian meninggal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar